Tentang Twitter


Atas ajakan seorang teman, saya baru saja membuka akun pribadi di twitter. Baru beberapa hari. Alamatnya di @equshay (kalau ada yang mau mem-follow [mengikuti] :-), silakan).

Terus terang saya tidak tahu mau apa atau untuk apa saya ikut-ikutan membuka akun di twitter. Mungkin untuk saat ini cuma … ya itu tadi: ikut-ikutan saja, biar keren dan ngga ketinggalan jaman. Tapi mungkin juga suatu saat nanti akan ada gunanya. Siapa tahu.

Sebenarnya saya sudah punya akun twitter sebelumnya. Tapi bukan akun pribadi. Akun itu saya buka untuk membantu memublikasikan blog saya: Bandung Daily Photo. Nama akunnya @bandungphoto. Akun itu saya tautkan dengan Halaman Bandung Daily Photo di Facebook. Jadi nyaris semua update-nya berasal dari halaman itu. Oleh karena itu, saya jarang mencek dan berkicau langsung dari akun itu.

Nah, gara-gara punya akun pribadi itu, saya jadi agak rajin mengamati ke-twitteran-an (hal-hal yang berkenaan dengan twitter). Salah satu hal yang saya temukan dan agak mengusik perhatian saya sebagai seorang peminat kajian budaya adalah ini:

Trends (topik-topik yang paling hangat dikicaukan?) di Indonesia ternyata banyak yang berasal dari luar negeri dan bersifat global. Hari ini, misalnya:

Bandung trends · Change

#IfJustinWasMyBoyfriend
#WhatILoveTheMost
#PrayForMuamba
Fabrice Muamba
Eminem Is A Legend
Boyfriend Leaked
Everything About You
Mini Showcase SM
Selenators & Smilers
Gbu 😀
Minor minor

Tends itu sangat menyedihkan. Kita sepertinya tak punya ha atau isul lokal yang penting untuk dikicaukan di twitter. Kita cuma jadi pengekor trend global. Dengan kata lain, kita cuma jadi bidak-bidak (lihat betapa begitu dekatnya kata ini dengan ‘budak’) yang disetir dan dimanfaatkan oleh “tangan-tangan tak tampak” untuk kepentingan mereka. Kita bukan lagi subjek, tapi objek — benda-benda yang terombang-ambing oleh trend/kecenderungan/arus.

Lebih menyedihkan lagi, hal-hal yang dikicaukan nyaris tidak ada yang penting: tidak ada yang memberdayakan dan membuat kita berpikir. Semua hanya hiburan otak kosong dan pengisi waktu yang membuat kita merasa sibuk dan penting (padahal tidak).

Begitulah. Namanya juga tweet – kicauan. Mana ada kicauan yang bermakna? Kicauan ya kicauan! Fungsinya hanya untuk menghibur dan meninabobokan. Para pengicaunya — tweeps — tentunya juga bukan mahluk cerdas. Ya, seperti burung itulah.

Dan …, yang paling menyedihkan dan ironis, tentu saja, adalah kenyataan bahwa saya sekarang sudah mulai masuk ke dalam dunia burung itu. Baru di pintunya, barangkali. Tapi sudah masuk! 😦

________________

Eki Akhwan, 18 Maret 2012

4 pemikiran pada “Tentang Twitter

  1. IMHO, twitter dipakai bukan hanya untuk entertainment, tetapi juga sebagai sumber berita (twitter yang dimiliki oleh media), inspirasi (quote dari Mario teguh, misalnya), berkumpul dngan orang-orang yang memiliki minat yang sama, bahkan ada akun khusus tentang permainan bahasa dan dll. Cukup dengan meng-follow nya saja, sehingga timelinenya otomatis bergerak dan berganti. Bahkan komunitas standup comedy lokal dan Indonesia bergerak lewat twitter untuk memperoleh keanggotaannya.

    Setelah menggunakan twitter, saya merasa sedikit terbebas dari beberapa curhatan status facebook yang “banyak ngeluh soal cinta dan hidup secara alay dan terus-terusan”. Soalnya di twitter melakukan hal tersebut, bisa saja langsung di unfollow.

    Selama kurang lebih dua tahun memakai twitter, saya menemukan beberapa inspirasi penelitian terhadap bahasa yang digunakan dalam twitter, ranah baru yang belum banyak orang kaji. Misalnya bagaimana dalam 180 karakter (huruf), orang bisa mengonstruksi sebuah cerita (pada akun twitter tertentu).

  2. “Begitulah. Namanya juga tweet – kicauan. Mana ada kicauan yang bermakna? Kicauan ya kicauan! Fungsinya hanya untuk menghibur dan meninabobokan. Para pengicaunya — tweeps — tentunya juga bukan mahluk cerdas. Ya, seperti burung itulah.”

    Saya tidak setuju dengan pendapat Bapak. Hanya karena kita sebagai manusia tidak bisa me-decode kicauan burung, bukan berarti kicauan mereka tidak bermakna. Tuhan tidak menciptakan burung bisa berkicau jika tanpa makna. Burung juga tidak bisa disebut ‘bukan makhluk cerdas’. Mereka bisa terbang dari selatan ke utara, kemudian kembali lagi ke sarangnya yang lama di selatan.

    Saya tahu statement Bapak itu hanya perumpamaan saja. Tapi saya rasa kurang pantas jika kita berlaku ‘sompral’ terhadap ciptaan Tuhan. Lagipula, tidak semua tweet di Twitterland itu tidak cerdas. Ada banyak akun yang memang informatif. Bapak juga belum mengecek tiap akun Twitter yang ada kan? 🙂

Tinggalkan Balasan ke Anugrah Batalkan balasan