Pesawatku Terlambat, Aku Menunggu

Menunggu tentu saja tidak menyenangkan. Membosankan. Apalagi kalau kau dibuat menunggu bukan karena salahmu. Tapi itulah yang sedang terjadi padaku.

Di bandara ini, aku menunggu. Tepatnya, dibuat menunggu.

Semestinya aku terbang tadi. Pukul 12:35, menurut jadwal. Aku tiba tepat waktu, sebelum waktu, cukup waktu untuk melapor dan sekedar menghela napas sebelum naik pesawat. Tapi apa daya, di meja pelaporan, aku diberitahu bahwa penerbangan tertunda. Pesawat yang mestinya aku tumpangi baru tinggal landas dari Jakarta, menuju ke Denpasar, lalu ke Bandung, di mana aku menunggu.

Berapa jam?

Mereka bilang, sekitar empat jam. Masuk akal. Jarak yang ditempuh sejauh itu.

Yang tak masuk akal adalah sebab keterlambatan itu. Mereka bilang, pilot (atau kru?) yang mestinya menerbangkan pesawat itu datang tak tepat waktu.

Sungguh aneh. Atau justru tak terlalu aneh?

Lalu lintas Jakarta memang amat buruk, sulit diduga. Hujan, banjir, dan macet itu biasa. Barangkali itu sebab keterlambatan mereka. Kalau memang demikian, barangkali bisa dimaafkan. Mereka tak menjadi sebab langsung dari kekacauan jadwal ini. Tapi kalau kekacauan lalu lintas itu tak menjadi sebab, tapi kelalaian mereka, sungguh tak bisa dimengerti. Satu dua orang menyebabkan rangkaian panjang keterlambatan, yang — ku kira — mahal akibatnya.

Apa yang bisa kau pelajari dari keterlambatan ini?

Bahwa, seberapa kecil pun perbuatanmu, Ia adalah bagian dari rangkaian panjang sebab akibat. Sepele di satu titik dapat menjadi bertele-tele di ujung rangkaian; atau bahkan bisa menjadi lingkaran setan yang ruwet tak berujung pangkal. Masalah berbuah masalah.

Itu!

Maka, jangan pernah sepelekan apapun yang kau perbuat. Sekecil apapun. Di ujung jalan, dia bisa menjadi harimau yang menerkammu. Atau, malaikat kecil yang menyelamatkanmu.

Sudah pukul tiga sekarang. Dan aku masih menunggu. Di warung kopi ini, diiringi kecapi suling Pasundan penyejuk hati — sesejuk udara kota ini, yang mendung hujan, mendung hujan.

_______________

Berangkat ke Bali hari ini. Dengan Citylink, si anak Garuda. Aku laporkan ini dari Husein Sastranegara.

Maaf, kopiku sudah menunggu. Mari, minum dulu …